Euis adalah seorang anak remaja berdarah Sunda dari Tatar Galuh Ciamis, ia lahir dan besar di Ciamis, ibu bapaknya adalah orang Sunda. Semenjak kecil orang tua Euis mengajarkan bahasa Sunda kepadanya, namun semenjak masuk SMP dan Euis bergaul dengan teman sebayanya yang cenderung lebih menggunakan bahasa Indonesia dan Inggris, Euis pun kini mulai mencampur bahasa Sundanya dengan Indonesia-Inggris biar terlihat gaul dan modern di mata teman-temannya.
Ketika Euis mulai masuk SMA, pergaulan Euis pun semakin luas, kosakata bahasa gaulnya pun semakin bertambah, bukan hanya bahasa dari tulisannya pun baik dalam SMS, komentar Facebook bersama teman-temannya di sekolah, Euis kerap sekali menggunakan bahasa gaul atau 4lay nya, seolah itu adalah sebuah tuntutan dan keharusan !
Tanpa Euis sadari, semakin hari Euis pun semakin jarang menggunakan bahasa Sunda, hanya sesekali saja ketika Euis bercengkrama dengan keluarganya saja,itu pun sudah Euis campur dengan bahasa 4lay dan sedikit british. Akan tetapi kebiasaan Euis berbicara campur aduk itu tidak membuat orang tuanya hawatir akan bahasa Sunda nya yang semakin di tinggalkan, bagi kedua orang tua Euis, itu adalah hal yang wajar,toh teman-teman Euis pun sama gaya bahasanya.
Ketika Euis sudah lulus SMA,Euis tidak melajutkan ke Perguruan Tinggi,karena hanya sampai SMA saja orang tuanya mampu menyekolahkan. Euis pun melamar pekerjaan di sebuah Swalayan di Jakarta, dan tak lama kemudian Euis di terima dan bekerjalah Euis di sebuah Sewalayan di Jakarta.
Euis mojang Sunda yang belum lama di Jakarta itu, tidak punya kendala atau kesulitan dalam berbicara dengan rekan kerjanya, karena semenjak dari Ciamis pun Euis sudah terbiasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Singkat cerita, setelah sudah hampir 1 tahun di Jakarta, Euis pun pulang kampung ke Ciamis dan begitu bahaginya Euis ketika bertemu dengan kedua orang tua dan teman-temannya, walaupun hampir tiap hari Euis komunikasi lewat Facebook/Twitter/BBM an dengan teman dan keluarganya.
Sepulang dari Jakarta Euis pun semakin fasih berbahasa Indonesia, bahkan sekarang bahasa Sundanya mulai Euis tinggalkan, alasannya sudah terbiasa di Jakarta jadi Euis tak canggung lagi menyapa teman-temannya di kampung menggunakan bahasa Indonesia.
Semakin hari Euis pun semakin menikmati pekerjaannya di Jakarta, dan beberapa taun kemudian Euis menikah dengan seorang lelaki teman kerjanya, lelaki itu berasal dari Semarang.
Setelah menikah dan di sunting oleh lelaki yang berasal dari Semarang itu, Euis pun menetap di Jakarta, Ia dan suaminya membeli rumah sederhana yang dulu ia tempati di daerah padat penduduk bersama teman sepekerjaanya,dan sekarang mampu ia beli sendiri setelah menikah.
Euis pun hidup bahagia ketika Tuhan menganugerahi nya seorang anak perempuan.
Semakin hari, anaknya pun semakin tumbuh dewasa di lingkungan Jakarta yang padat penduduk bercampur baur dengan berbagai etnis dan golongan, sudah barang tentu Euis mengajarkan kepada anak perempuannya berbahasa Indonesia.
Ketika waktu lebaran tiba, Euis pun pulang kampung,kali ini kebetulan suaminya mengajak lebaran di rumah orang tua Euis di Ciamis. Euis yang kini menjadi seorang ibu, dan mendapat sebutan " Mamih " dari anak perempuannya, terbata-bata ketika kedua orang tua Euis yang pituin orang Sunda itu mengajak Euis berbicara bahasa Sunda, " maklum Euis sudah lama di Jakarta,segitu juga sudah uyuhan. " terang orang tuanya sambil tersenyum saat bercengkrama bersama keluarganya.
Akhirnya, Euis yang pituin orang Sunda itu tak bisa lagi berbicara menggunakan basa Sunda, karena alasan suaminya yang orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia, dan anaknya pun kini telah fasih berbicara bahasa Indonesia, walaupun sesekali anaknya melontarkan pertanyaan padanya, "Mam, kalau bahasa Sunda nya kesemutan apa ya mam ? " Euis pun menjawab : " Kalau tidak salah mah, antara kalikiben atau rorombeheun de !? " Mamih lupa lagi !!?...
Dan akhirnya Euis pun hilang bahasa Sunda nya dan hilang jati dirinya sebagai mojang Sunda.
* TAMAT *
Ketika Euis mulai masuk SMA, pergaulan Euis pun semakin luas, kosakata bahasa gaulnya pun semakin bertambah, bukan hanya bahasa dari tulisannya pun baik dalam SMS, komentar Facebook bersama teman-temannya di sekolah, Euis kerap sekali menggunakan bahasa gaul atau 4lay nya, seolah itu adalah sebuah tuntutan dan keharusan !
Tanpa Euis sadari, semakin hari Euis pun semakin jarang menggunakan bahasa Sunda, hanya sesekali saja ketika Euis bercengkrama dengan keluarganya saja,itu pun sudah Euis campur dengan bahasa 4lay dan sedikit british. Akan tetapi kebiasaan Euis berbicara campur aduk itu tidak membuat orang tuanya hawatir akan bahasa Sunda nya yang semakin di tinggalkan, bagi kedua orang tua Euis, itu adalah hal yang wajar,toh teman-teman Euis pun sama gaya bahasanya.
Ketika Euis sudah lulus SMA,Euis tidak melajutkan ke Perguruan Tinggi,karena hanya sampai SMA saja orang tuanya mampu menyekolahkan. Euis pun melamar pekerjaan di sebuah Swalayan di Jakarta, dan tak lama kemudian Euis di terima dan bekerjalah Euis di sebuah Sewalayan di Jakarta.
Euis mojang Sunda yang belum lama di Jakarta itu, tidak punya kendala atau kesulitan dalam berbicara dengan rekan kerjanya, karena semenjak dari Ciamis pun Euis sudah terbiasa berbicara menggunakan bahasa Indonesia.
Singkat cerita, setelah sudah hampir 1 tahun di Jakarta, Euis pun pulang kampung ke Ciamis dan begitu bahaginya Euis ketika bertemu dengan kedua orang tua dan teman-temannya, walaupun hampir tiap hari Euis komunikasi lewat Facebook/Twitter/BBM an dengan teman dan keluarganya.
Sepulang dari Jakarta Euis pun semakin fasih berbahasa Indonesia, bahkan sekarang bahasa Sundanya mulai Euis tinggalkan, alasannya sudah terbiasa di Jakarta jadi Euis tak canggung lagi menyapa teman-temannya di kampung menggunakan bahasa Indonesia.
Semakin hari Euis pun semakin menikmati pekerjaannya di Jakarta, dan beberapa taun kemudian Euis menikah dengan seorang lelaki teman kerjanya, lelaki itu berasal dari Semarang.
Setelah menikah dan di sunting oleh lelaki yang berasal dari Semarang itu, Euis pun menetap di Jakarta, Ia dan suaminya membeli rumah sederhana yang dulu ia tempati di daerah padat penduduk bersama teman sepekerjaanya,dan sekarang mampu ia beli sendiri setelah menikah.
Euis pun hidup bahagia ketika Tuhan menganugerahi nya seorang anak perempuan.
Semakin hari, anaknya pun semakin tumbuh dewasa di lingkungan Jakarta yang padat penduduk bercampur baur dengan berbagai etnis dan golongan, sudah barang tentu Euis mengajarkan kepada anak perempuannya berbahasa Indonesia.
Ketika waktu lebaran tiba, Euis pun pulang kampung,kali ini kebetulan suaminya mengajak lebaran di rumah orang tua Euis di Ciamis. Euis yang kini menjadi seorang ibu, dan mendapat sebutan " Mamih " dari anak perempuannya, terbata-bata ketika kedua orang tua Euis yang pituin orang Sunda itu mengajak Euis berbicara bahasa Sunda, " maklum Euis sudah lama di Jakarta,segitu juga sudah uyuhan. " terang orang tuanya sambil tersenyum saat bercengkrama bersama keluarganya.
Akhirnya, Euis yang pituin orang Sunda itu tak bisa lagi berbicara menggunakan basa Sunda, karena alasan suaminya yang orang Jawa menggunakan bahasa Indonesia, dan anaknya pun kini telah fasih berbicara bahasa Indonesia, walaupun sesekali anaknya melontarkan pertanyaan padanya, "Mam, kalau bahasa Sunda nya kesemutan apa ya mam ? " Euis pun menjawab : " Kalau tidak salah mah, antara kalikiben atau rorombeheun de !? " Mamih lupa lagi !!?...
Dan akhirnya Euis pun hilang bahasa Sunda nya dan hilang jati dirinya sebagai mojang Sunda.
* TAMAT *
Tidak ada komentar:
Posting Komentar