Selasa, 11 September 2012

Semangat di Tengah Biaya Cekak

Dimuat di : Reksanews.com

Oleh :Ricky Andriawan Mardjadinata


Hari masih gelap, baru pukul 5 pagi, ketika mereka meninggalkan Bandung.  Sebelum adzan Dzuhur, ketiganya sudah tiba di Kawali, sekitar 120 kilometer timur Bandung. Mereka  sengaja datang untuk menyaksikan peristiwa budaya yang digelar dua tahun sekali: Nyiar Lumar, acara yang digarap paguyuban seniman-budayawan Kawali Paseban  Jagat Palaka bekerja sama dengan Teater Jagat dari SMAN 1 Kawali, 7 Juli 2012.

Bagi ketiga anak muda Bandung itu – Iyan, Nana, dan Antony — ini kali pertama mereka menyaksikan kegiatan yang dimotori sastrawan Godi Suwarna  serta beberapa seniman Ciamis itu. Meskipun, Nyiar Lumar sendiri pertama kali berlangsung pada 20 Mei 1998, ketika situasi negeri ini sedang tidak menentu. Godi dan kawan-kawannya, antara lain  Dadang Q-Most, Edi Rusyana Noer, dan Pandu Radea,  merasa galau dengan situasi saat itu. Dan, sebagai seniman, ia lebih memilih cara berkesenian untuk menumpahkan rasa galaunya itu – ketimbang ikut demo seperti mahasiswa dan aktivis lainnya.

Dan Iyan CS mendapatkan informasi Nyiar Lumar itu dari jejaring sosial facebook. Maklum, beberapa pekan sebelum hari H, acara tersebut sudah dibicarakan. Dan mereka sangat antusias untuk ikut menyaksikannya. “Saya baca, Nyiar Lumar kali ini dihadiri banyak tokoh seniman dan budayawan Sunda,” kata Iyan. “Terlebih akan diadakan pembacaan Fiksimini Basa Sunda,” tambahnya, menyebut grup Facebook Fiksimini Basa Sunda yang digagas penyair Nazarudin Azhar sejak 16 September 2011 lalu.

Dengan memakai ‘pangsi’ pakaian adat Sunda tak lupa Iket kepala sebagai ciri khas Urang Sunda, mereka bertiga berbaur dengan warga dan para tamu yang hadir pada acara tersebut. Dimulai dari Pendopo Kawali, tempat acara pembukan Nyiar Lumar diisi dengan pementasan ‘Karinding Nyéngsol’ dari Winduraja Kawali  dan Pencak Silat dari Mangunjaya Kabupaten Ciamis, ketiganya larut  bersama puluhan orang pengungjung lainnya yang beriringan menuju Situs Astana Gede, tempat acara puncak dan utama dilakukan.
Ketika lepas shalat Isya, acara utama Nyiar Lumar pun dimulai. Diawali di gerbang Astana Gede dengan pementasan tari dan pentas teaterikal dari Teater Jagat SMAN 1 Kawali,  acara dilanjutkan dengan tawasulan – pembacaan tahlil dan takbir sebagai salah satu tradisi Islam-Sunda. Kemudian dilanjutkan dengan pembacaan fiksimini Basa Sunda oleh para penyair Sunda di sebuah panggung  kecil yang terbuka di dalam Situs Astana Gede. Hanya diterangi cahaya oncor, pelita sederhana dari bambu.

Menjelang pertengahan malam, acara berpindah ke sebuah panggung terbuka tak jauh dari mata air keramat Cikawali, tempat mandi dan bersuci keluarga kerajaan Sunda Galuh dahulu. Dan dimulailah pementasan Drama Palagan Bubat, yang mengisahkan pertempuran tidak seimbang antara pasukan Kerajaan Sunda Galuh dengan pasukan Majapahit. Inilah peristiwa yang menyebabkan gugurnya Raja dan Putri kerajaan Sunda Galuh bersama rombongannya. Sedianya, rombongan Galuh itu hendak mengikuti acara pernikahan Putri Citraresmi atau Dyah Pitaloka  dengan Hayam Wuruk. Namun entah kenapa, Patih Gajah Mada dari Majapahit ketika itu malah menabuh genderang perang. Pertempuran tidak seimbang pun terjadi. Rombongan kerajaan Galuh tumpas.

Setelah pemantasan drama Bubat, sampailah pada acara puncak acara: Ronggéng Gunung Bi Raspi, salah satu kesenian buhun yang hanya ada di Tatar Galuh Ciamis. Para tamu turun menari bersama, melingkari api unggun yang telah disiapkan. Lantunan musik dan syair-syair tembang buhun Bi Raspi pun disambut hangat warga yang menyaksikan. Semua turun menari sampai waktu pagi menjelang.
 
"Saya sangat puas bisa menghadiri acara Nyiar Lumar, selain melihat pagelaran seni budaya, saya juga bisa berkunjung ke situs Astana Gede. Pokona mah juaraaaa lah!” tutur Iyan dengan gaya basa Sundanya. 

Yang paling mengesankan dari Acara Nyiar Lumar kali ini, banyaknya anak muda yang hadir. Mereka tak hanya berasal dari kawasan Ciamis. Tapi, juga dari luar kota.  “Ini menegaskan, generasi  muda Sunda atau yang lebih dikenal dengan sebutan Nonoman Sunda  masih peduli terhadap budayanya sendiri. Tidak semuanya kebarat-baratan,” kata Hendarman Praja, sesepuh Paseban  Jagat Palaka. “Dan semenjak adanya jejaring sosial seperti facebook, anak-anak muda dari luar kota pun bisa dengan cepat mengetahui informasi adanya acara ini,” tambah lelaki yang biasa disapa Daday Andalas itu.

Sayangnya, di tengah antusiasme anak muda Sunda terhadap seni-budayanya sedang mengembang, sebuah kabar tak sedap menyeruak pelan: Minimnya sumbangan pemerintah terhadap pagelaran Nyiar Lumar kali ini. “Untuk pagelaran Nyiar Lumar 2012, panitia hanya mengantongi setengah dana dari biasanya,”  tutur Kang Dbig Herly, salah satu panitia.

Lagi-lagi persoalan dana menjadi kendala klasik di negeri yang berlimpah kekayaan alam ini. Mudah-mudahan, ke depan, pemerintah daerah maupun pusat bisa lebih peduli terhadap persoalan seni dan budaya. Bukankah budaya  adalah jati diri bangsa?


Tidak ada komentar:

Posting Komentar